Liburan Nikmat Bersama Istri Teman

0


Keliatan bukan Ratih yang tadi malam aku temui. Aku tersenyum melihat penampilannya yang tomboy itu. Setelah mencium bibirnya, aku gandeng tangannya, kami bergegas keluar kamar. Setelah mengembalikan kunci kamar di resepsionis, kami langsung masuk ke taksi. Ransel kuletakkan di tempat duduk depan. Ratih dan aku duduk di belakang. Taksi langsung tancap gas ke airport. Aku minta cepat dengan alasan mengejar jam.

Di dalam taksi, Ratih terlihat menikmati perjalanan. Wajahnya begitu berseri-seri. Dia menikmati kesibukan jalan raya yang kami lalui. Perlahan-lahan aku lihat matanya meredup. Dia pasti capek banget, pikirku. Aku tepuk pelan lengannya dan kuisyaratkan dengan tanganku ke bahuku, Ratih mengerti dan menyandarkan kepalanya ke bahuku.

Taksi melaju dengan cepat menuju airport. Tidak banyak halangan berarti di jalan. Sampai di airport, sebelum turun aku bangunkan Ratih. Sambil merapikan rambut dan pakaiannya, Ratih mengikutiku berjalan ke arah terminal keberangkatan. Sambil membawa ranselku, aku perhatikan loket-loket di terminal keberangkatan yang ada jurusan Denpasar. 

Terlihat ada jurusan Denpasar, aku langsung menarik tangan Ratih, menanyakan jam keberangkatan dan harga tiket pesawat. Staf yang bertugas menyebutkan angka di bawah 500-an ribu per orang. Aku hitung sebentar, aku pikir uangku cukup. Apalah arti uang segitu, yang penting nyawa Ratih bisa aku selamatkan, pikirku lagi. Aku keluarkan kartu kredit dan minta diselesaikan pembayaran. Kebetulan keberangkatan 1 jam lagi, Ratih masih bisa beristirahat.

Aku lihat Ratih begitu bersemangat. Tidak ada ketakutan atau kecemasan di wajahnya. Hanya senyum yang terkembang lebar dan binar mata gembira yang aku lihat. Aku senang akhirnya Ratih akan keluar dari masalahnya. Aku mulai mengingat-ingat nama teman yang bisa aku minta tolong untuk mencarikan pekerjaan buat Ratih nanti.

Setelah tiket aku dapatkan, aku pegang tangan Ratih, aku gandeng ke tempat duduk tunggu penumpang yang akan berangkat. Bangku di tengah-tengah deretan terlihat masih kosong. Ada sandaran juga. Setelah Ratih duduk, aku dekatkan ranselku ke kakinya biar dia bisa selonjorkan kakinya. Lalu aku sandarkan punggungku. Sambil meluruskan kakinya, Ratih kembali menyandarkan kepalanya di bahuku. Waktu di hendak melepaskan topinya, aku larang. Situs Judi Bola

“Pakai aja terus. Nanti di dalam pesawat aja baru lepas” bisikku.
“Siapa tahu di sini ada teman bos kamu atau ada orang yang pernah kamu kenal. Bahaya” bisikku lagi.

Ratih mengerti. Dia menganggukkan kepala lalu menyandarkan kepalanya di bahuku. Setelah lebih kurang satu jam menunggu, aku dengar suara informasi dari pengeras suara yang memberitahukan pesawat dengan jurusan Denpasar akan berangkat dan para penumpang diminta bersiap-siap. Aku bangunkan Ratih. Dengan memanggul ranselku, aku gandeng tangan Ratih.

Perjalanan pesawat menuju Denpasar lancar dan kami tiba pada saat hari menjelang sore. Ratih tertidur dengan pulas di pesawat. Sekarang wajahnya terlihat lebih segar. Keluar dari terminal kedatangan, kami langsung masuk ke dalam taksi yang aku hentikan. Tak terasa beberapa menit lagi kami akan tiba di kamar kostku. Aku punya segudang rencana yang akan kulakukan untuk Ratih. Kulihat wajahnya yang berseri-seri.

Wajahnya celingukan kanan-kiri memperhatikan kendaraan yang lalu-lalang. Persimpangan jalan raya yang besar. Kesibukan di sepanjang jalan. Para turis yang berjalan kaki di sepanjang trotoar. Semua tak lepas dari pengamatannya. Karena begitu penasaran atau heran, Ratih memandang sambil memutar kepalanya ke belakang. Lalu menanyakan kepadaku setiap yang dilhatnya. Aku sedikit sibuk menerangkan dan menjawab. Sopir taksi senyum-senyum memperhatikan kami dari kaca spion di depannya. Kadang dia ikut menerangkan sambil tertawa-tawa.

Aku senang karena Ratih mulai melupakan masalahnya. Keceriaan di wajah dan kata-katanya yang kadang konyol meyakinkanku bahwa Ratih siap memasuki dunia yang baru. Dunia yang lebih cerah untuk masa depannya.

Pintu pagar rumah kostku terlihat. Aku bisikkan bahwa kami sudah sampai, Ratih bergegas an merapikan pakaian dan memakai topinya lagi. Aku katakan dia sudah aman, gak perlu pakai topi lagi. Dia langsung tertawa. Kulihat argo taksi dan kulebihkan uang untuk tips si sopir.

Keluar dari taksi, aku sandang ranselku dan kugandeng tangan Ratih. Di depan pintu, aku peluk pinggangnya, setelah pintu terbuka, kupersilahkan dia masuk duluan. Hari menunjukkan sekiytar pukul 4 sore. Untung aku terbiasa rapi. Jadi aku tak malu mengajak wanita masuk kamarku. Lima hari aku tinggalkan kamarku untuk pendakian ke Semeru. Rencananya aku mendaki bersama-sama mahasiwa pecinta alam dari Surabaya. Tapi mereka masih terkendala dana akhirnya aku berangkat sendiri.

Kuletakkan ranselku dan kulihat Ratih langsung terbaring di tempat tidur. Aku maklum Ratih pasti sangat lelah. Kuhidupan pemanas air dan kutuangkan dua sachet kopi ke dua buah gelas untuk kami minum berdua. Lalu kunyalakan TV. Kukeluarkan semua pakaian di dalam ranselku dan keletakkan di atas tempat tidur. Ratih terlihat langsung tertidur pulas. Tanpa bermaksud membangunkannya, pakaian yang aku letakkan di tempat tidur menyentuh lenngannya. Dia langsung terbangun.

“Oh maaf, sayang. Gak sengaja” kataku.
“Kamu mau langsung tidur? Gak mandi dulu?” tanyaku.
“Capek, sayang” jawabnya pelan. Matanya masih tertutup.

Aku tersenyum. Sambil berdiri, aku elus lengannya. Aku lihat warna pemanas air sudah berubah. Air masak, pikirku. Aku tuangkan untuk dua gelas kopi. Lalu aku duduk di lantai sambil meluruskan kakiku. Sambil merokok. Aku nikmati tayangan di TV. Ratih tertidur pulas sekali. Dengan tidur miring begitu, kaki kanan disilangkan ke kaki kiri memperlihatkan bulatan pantatnya yang indah. Gak pakai CD, gumamku sambil tertawa sendiri.

Sekitar pukul setengah delapan malam, Ratih terbangun. Aku selesai merapikan pakaianku. Semua yang masih bersih sudah aku masukkan ke dalam lemari. Ratih duduk di tempat tidur sambil mengucek-ngucek matanya.

“Enak tidurnya, sayang?” tanyaku sambil mencuci gelas yang aku pakai untuk kopi tadi.
“Tuh kopi kamu. Udah dingin. Kamu tadi langsung tidur. Padahal aku buat dua gelas kopinya” sambungku. Aku letakkan gelasku di rak kecil.
“Jam berapa sekarang, sayang?” tanya Ratih sambil celingukan mencari jam dinding.
“Setengah delapan, sayang. Ayo mandi. Aku temani. Abis mandi kita beli makan malam ya” ajakku mengulurkan tangan ke arahnya. Ratih menyambut tanganku. Sambil berjalan ke kamar mandi, aku ambil handuk dari lemari pakaian.

Di dalam kamar mandi, setelah aku hidupkan lampunya aku masukkan tangan ke dalam bak kamar mandiku. Huuuuhh… lumayan dingin, gumamku. Dengan air kran yang mengalir, sedikit mengurangi dingin suhu air. Aku bantu Ratih membuka kemejanya. Aku buka retsleiting celanaku, aku lepaskan dan aku gantung bersama kemeja yang Ratih pakai. Ratih juga gantungkan celana pendek yang dipakainya.

Dalam keadaan telanjanhg bulat seperti itu, aku takkan bosan mengagumi keindahan bentuk tubuh Ratih. Tubuh sintal dengan kulit putih bersih. Bulatan belahan dadanya begitu sempurna dengan putting kecil yang berwarna merah kecoklatan. Lingkaran berwarna coklat mmuda di sekitar putingnya sangat mengundang lidahku menjilati. Pinggulnya membulat diimbangi dengan perut rampingnya membentuk lekukan huruf V di tengah selangkangannya. Berakhir di bulu-bulu tipis yang berurutan tumbuh mengarah ke samping kanan-kiri.

Sambil menunduk, aku cium bibirnya, tanganku mengambil air dari dalam bak. Aku guyurkan ke atas tubuh kami berdua. Ratih langsung memelukku erat sambil berteriak.

“Aaaaaah… Dingin, sayaaaang…” teriaknya megap-megap.

Aku tertawa melihat tingkahnya. Ratih memelukku erat sambil meloncat-loncat kecil. Air dingin yang aku guyurkan sangat menusuk kulit halusnya pikirku. Lalu aku ambil lagi dari dalam bak. Aku guyurkan lagi beberapa kali. Sambil mengulum bibirnya, aku sabunkan punggungnya. Sabun berganti-ganti dari tangan kiriku ke tangan kanan. Sambil aku sabuni punggungnya, aku remas-remas pantatnya dengan tanganku yang lain. Ratih membalas ciumanku sambil memeluk tubuhku. Ratih memelukku dengan kedua tangannya masuk ke bawah ketiakku, dilingkarkan ke bahuku dari belakang lewat punggung. Tangannya menekankku agak menunduk. Ratih hanya setinggi bahukku.

“Ooooohhh… sayaaang… “ Ratih melepaskan ciumanku, mendesah dengan pelan sambil menyandarkan kepalanya ke dadaku.
“Enak banget ciuman kamu, sayang. Bikin horny berat” katanya sambil tersenyum menatapku.

Aku membalas senyumannya dengan meneruskan ciumanku. Sabun aku letakkan di dinding bak, kedua tanganku bebas meremas, mengelus bulatan pantat dan pinggulnya. Satu tangan Ratih mengelus punggungku, tangannya yang mencari batang kejantananku tang tertekan tubuhnya yang memelukku erat. Gesekan batang kejantananku di perutnya mungkin mengundang tangannya untuk mengukurs udah seberapa keras berdiri. Ratih menggenggam sambil meremas-remas.

Lalu dikocoknya pelan-pelan. Ratih selalu gemas tiap memegang batang kejantananku. Dia meremas kuat-kuat setelah mengelus dari sela pahaku naik ke batang otot keras yang mengacung berdiri di sela pahaku. Batang kejantananku yang bersih bulu itu mungkin membuatnya betah mengelus dan meremas dengan bebas. Tanpa terhalang oleh bulu-bulu selangkangan. Tubuh kami yang berhimpitan rapat menekan buah dadanya ke dadaku. Tergesek-gesek karena gerakan tubuhnya yang menikmati aliran rangsangan ke selangkangan.

“Ooooohhhhh… Jilatin, sayang…” pintanya sambil menundukkan tubuhku lebih ke bawah.
Aku guyurkan dulu air dari dalam bak beberapa kali ke tubuhnya untuk membersihkan sabun yang akan menghalangi kenikmatanku mengemut bibir belahan di sela pahanya. Lalu aku menunduk dan jongkok di depan Ratih sambil meletakkan satu kakinya di bahuku. Ratih merapatkan tubuhnya ke dinding bak. Satu tangannya pegangan di pinggir bak. Sambil meremas rambutku, Ratih mendesah-desah menikmati lidahku yang menggesek-gesek bibir dan belahan dalam di sela pahanya. Aku gesek-gesekkan gigiku pelan, aku hisap bibirnya lalu lidahku menjulur ke dalam sambil menggesek-gesek dinding kanan-kirinya. Aku keluarkan lidahku dari dalam belahan sela pahanya, aku jilatin gundukan tembem itu kea rah atas. Di bagian atas belahannya, lidahku berhenti lalu menekan-nekan lebih kuat daging kecil yang menonjol keluar di sela bagian atasnya.

“Ooooooohhhhh… Enak banget, sayaaaang…” Ratih melenguh keras. Tangannya meremas kuat rambutku. Tiap lidahku menekan atau menggesek area selangkangannya, pantat Ratih langsung bergerak maju-mundur dan berputar-putar. Terutama tiap mulutku mengemut sambil menghisap blehan sela pahanya itu.

“Ooooohhh… Enak, sayaaaang…” Ratih mendesah berulang-ulang. Aku lihat ke atas, kepalanya menengadah sambil memejamkan mata. Kakinya yang bersandar di bahuku bergerak menekan-nekan bahuku. Aku rasakan aliran cairan kental dari dalam sela pahanya. Sambil lidahku menggesek-gesek dinding belahan sela pahanya, aku jilat cairan kental itu. Lidahku terus menggesek-gesek dinding belahan sela pahanya sampai ke dalam-dalam. Tanganku mencengkeram pantat Ratih dengan kuat. Aku pegang sambil kuremas-remas.

Lalu aku berdiri, aku cium bibirnya sambil kuangkat satu kakinya. Ratih langsung melingkarkan kedua tangannya di leherku. Kemudian aku angkat satu lagi kakinya hingga akhirnya aku gendong. Kedua kakinya kutahan di tanganku, tangannnya memeluk erat leherku. Sambil menggendong, aku sandarkan pantat Ratih sedikit di dinding bak mandi. Yakin poisi bercinta kami aman, sambil mengangkat-angkat tubuhnya, batang kejantananku mulai mngocok-ngocok liang kewanitaannya dengan cepat. Kedua kakiku aku lebarkan. Ratih menyandarkan kepalanya di bahuku sambil mendesah-desah.

Cerita Lainnya:   Kisah Memek Mertua Horni
“Oooooohhh, sayaaang… Ooooohhhhhhh, sayaaaang…” desahnya berulang-ulang.

Sambil memperbaiki gendonganku, dengan tubuhnya yang sedikit terangkat, bibirku sekarang bisa menjangkau bibir Ratih. Dengan memeluk leherku erat-erat Ratih membalas ciumanku. Lidahnya terjulur ke dalam mulutku memilin dan menjilat lidahku. Bibirnya tak henti-henti menyedot bibirku. Aku balas dengan mengemut bibirnya juga. Lidahku juga kugesek-gesekkan dengan lidahnnya di dalam mulut. Tapi Ratih tak dapat menahan aliran kenikmatan dari belahan sela pahanya yang dikocok-kocok batang kejantananku.

“Oooooohhhh, sayaaaang… Aku mau keluar, sayaaaaang…” Ratih menjerit sedikit keras. Cepat-cepat aku cium lagi bibirnya. Meredam suara desahan kami yang sedang bercinta mungkin terdengar orang di luar kamar. Tapi Ratih benar-benar tidak dapat lagi menahan kenikmatan yang datang bertubi-tubi merangsang belahan sela pahanya.

“Oooooohhhh, sayaaaaang… Oooooohhh, sayaaaang…. Ooooohhhhhhh…” Ratih mendongakkan kepalanya menikmati aliran kenikmatannya keluar dari dalam. Dijepitkan kedua kakinya yang aku tahan dengan tanganku. Aku rasakan denyutan-denyutan bibir dan dinding belahan sela pahanya meremas batang kejantananku berulang-ulang. Cairan kental dari cinta kami berdua mengalir membasahi batang kejantananku yang terus mengocok-ngocok dari bawah.

“Ooooooohhhh… Enak banget, sayaaaang… “ Ratih menjatuhkan kepalanya bersandar di bahuku. Pelukan tangannya di leherku sedikit berkurang. Aku cium bibirnya dengan lembut. Berlawanan dengan kocokan batang kejantananku yang semakin kencang menyodok-nyodok dari bawah. Denyutan dinding belahan sela paha Ratih merangsang batang kejantananku. Aliran kenikmatan itu semakin memenuhi kepala batang kejantananku dengan cepat. Aku mungkin tidak dapat menahan lebih lama dorongan yang telah terkumpul di kepala batang kejantananku. Pantatku berdenyut-denyut kencang. Aku kencangkan otot pantatku. Tapi aku tak sangup lagi.

“Aaaaaaaahhhh… Ratiiih… Oooooohhhh, sayaaaaaang…” aku mendesah kencang. Kuangkat pantatku menekan ke atas, masukkan batang kejantananku lebih dalam di belahan sela paha Ratih. Aliran kenikmatan yang aku tahan dari tadi menyembur dengan kencang ke dalam belahan liang kewanitaan Ratih yang sangat aku cintai. Sejenak aku diamkan batang kejantananku yang berdenyut-denyut memuncratkan cairan kental hasil percintaan kami malam ini. Aku masih merasakan dinding belahan liang kewanitaan Ratih terus berdenyut meremas batang kejantananku yang masih keras. Sambil menikmati aliran kenikmatan yang tersembur keluar hasil percintaan kami, aku cium lembut bibir Ratih. Lalu pelan-pelan aku turunkan tubuhnya.

“Suka, sayang? Enak tadi?” tanyaku sambil mengguyurkan air dari dalam bak ke tubuhnya lalu ke tubuhku.
“Selalu enak bercinta dengan kamu, sayang“ katanya dengan gembira. Senyum lebar terkembang di bibirnya. Aku cium lagi bibirnya. Kami bersih-bersih dan langsung berpakaian.

Kami makan keluar malam ini sambil keliling bermotor berdua menikmati suasana malam di daerah Kuta, Bali. Sambil makan aku memperhatikan Ratih yang memakai pakaianku. Akan banyak pengeluaranku untuk menata ulang hidup Ratih termasuk membeli pakaiannya. Ratih juga harus bekerja. Karena dengan bekerja, hidupnya akan semakin berkembang baik. Tapi hatiku gembira karena aku harus menyelamatkan hidup Ratih, seorang anak manusia yang butuh seseorang untuk membantunya meniti perjalanan hidup. Aku harus siap dengan segala beban dan resiko, pikirku sambil menghela nafas.

Sambil mengarahkan laju motor ke kost, aku nikmati hangatnya dekapan Ratih yang menyandarkan kepalanya di punggungku. Besok kami punya banyak kegiatan yang sudah aku rencanakan untuk masa depan Ratih. Aku sendiri masih memiliki dua hari lagi libur sebelum masuk kerja.

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)